Abad
pertengahan merupakan kurun waktu yang khas. Secara singkat dikatakan bahwa
dominasi agama kristen sangat menonjol. Perkembangan alam pikiran harus
disesuaikan dengan ajaran agama. Demikian pula filsafat, harus diuji apakah
tidak bertentangan dengan ajaran agama islam.
Filsafat abad
pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-tengah suatu
perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa eropa barat. Filsafat yang baru ini
disebut skolastik.
Pada masa
pertumbuhan dan perkembangan filsafat eropa (sekitar lima abad) belum
memunculkan ahli pikir (filosuf), akan tetapi setelah abad ke-6 masehi, baru
muncul ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa
yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
Filsafat barat abad
pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan
pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu
kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak
mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan agama ajaran gereja.
Siapa pun orang
yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang
diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena
itu, kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja
akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap
agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar
peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan
pengejaran (inkuisisi).
Abad
pertengahan ditandai dengan berintegrasinya filsafat yunani dengan agama
Kristen sehingga formula memungkinkan adanya perkembangan dengan
pembaharuan dalam filsafat karena adanya pengaruh agama Kristen .
Masa abad
peetengahan tercatat dalam sejarah adalah masa kelam dan kemunduran filsafat.
Penyebab mundurnya filsafat pada abad pertengahan adalah karena
terbelenggunya potensi – potensi manusia, Juga tidak ada kebebasan berfikir .
Hal ini terjadi karena kesalah pada cara pendekatan dari agama kristen . Dimasa
ini adalah penuh dengan dominasi gereja. Tujuannya adalah untuk membimbing umat
kearah hidup yang saleh tetapi menjadi salah karena dalam pelaksanaanya tanpa
memikirkan martabat dan kebebasan manusia mengengkang pemikiran –
pemikiran dan masa depan mereka, karena itu pula pada masa ini perkembangan
ilmu pengetahuan terhambat.
B. ISI
Alam Filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani “Philos dan
Shopia”. Philos artinya senang,
cinta dan gemar dan Shopia artinya
hikmat atau kebenaran, kebijaksanaan. Philoshopia artinya cinta atau gemar,
senang pada kebenaran, atau hikmat serta kebijaksanaan. (Tamburaka, 1999:128)
Filsafat
adalah induk ilmu pengetahuan. Istilah filsafat telah dikenal manusia sejak
2.000 tahun yang lalu, pada masa Yunani kuno. Di Miletos, Asia Kecil, tempat
perantauan orang Yunani, di sanalah awal mula munculnya filsafat. Mula-mula
jejak sejarah awal filsafat ini, ditandai oleh munculnya tokoh-tokoh pemikir
besar pada zaman itu seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes.
Filsafat
adalah ilmu yang meneropong hal-hal yang diketahui setiap orang, tanpa
dimengertinya. Filsafat hanya bisa kita pelajari sebagai sesuatu yang
bermanfaat jika kita yakin, bahwa alam semesta berpatokan pada prinsip yang
berada dan bergerak dalam setiap hal/barang, namun sekedar bakat-bakat yang
secara terbatas terkandung dalam barang itu.
Filsafat
sejarah adalah suatu bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab
terakhir dari suatu peristiwa, serta ingin memberikan jawaban atas sebab dan
segala alasan segala peristiwa.
Pandangan
Umum tentang Filsafat Abad Pertengahan
Sejarah filsafat Abad Pertengahan
dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya
menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang
berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat
di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan
dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya
filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh
kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi
oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan
didominasi oleh agama.
Periode abad pertengahan mempunyai
perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada
dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa
perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman
keemasan bagi kekristenan.
Disinilah yang menjadi persoalannya,
karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan
kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa
kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal.
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan
dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.
Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat
Kristiani. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad
pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai
basisnya.
Agama Kristen menjadi problema
kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran
yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa
kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya
wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran
Yunani ada dua.
1. Golongan
yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan
pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima
filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan.
Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal
dapat dibantu oleh wahyu.
Secara garis besar, filsafat abad
pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman Patristik dan Zaman
Skolastik.
a.
Zaman
Patristik
Patristik berasal dari kata patres
(bentuk jamak dari pater) yang berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah
para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai
peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian
pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat
menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan.
Mereka
ada yang menolak filsafat yunani tetapi ada juga yang menerimanya. Bagi mereka
yang menolak alasannya Karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan. bagi mereka yang menerima sebagai alasannya tidak
ada jeleknya juga menggunakan filsafat Yunani hanya di ambil metodenya saja
(tata cara berpikir).
Orang-orang
yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang
menolak filsafat Yunani) itu munafik. Orang-orang yang menolak filsafat yunani
itulah yang mengatakan dirinya yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya,
muncul upaya untuk membela agama Kristen yaitu para apologis (pembela iman
Kristen) yakni Justinus Martir, Irenaenus, Klemens, Origenes, Gregorius, Nasaa,
Tertullianus, Diosis Arepagos, Au-relius Augustinus.
Masa Patristik dibagi atas Patristik
Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Filsafat patristik mengalami
kemunduran sejak abad V hingga abad VIII. Di barat dan timur tokoh-tokoh dan
pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.
b. Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9.
Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya
memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh
zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan
sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga
dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.
Filsafat mereka disebut “Skolastik”
(dari kata Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini
filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas-universitas
menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.
Kata
sifat yang berasal dari kata school, berarti sekolah. Skolastik berarti aliran
yang berkaitan dengan sekolah.
Terdapat
beberapa pengertian dan corak khas skoalstik , yakni :
a. Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mempunya corak semata-mata agama. Dan sebagai
bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religious.
b. Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan amsalah-masalah mengenai berpikir, sifat ada, kerohanian,
kejasmanian, baik buruk.
c. Filsafat
skolastik adalah suatu system filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam
kodrat, akan dimasukan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara
kepercayaan dan akal.
d. Filsafat
skolastik adalah filsafat nasrani karena banyak di pengaruhi oleha ajaran
gereja.
Periode
ini terbagi menjadi tiga tahap:
1.
Periode Skolastik awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode
yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak
pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan
neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran
pemikiran.
Baru
abad ke 8 masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742-814) dapat
memberikan ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan
termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan
mulai adanya kebangkitan.
Kurikulum
pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberalis meliputi tata bahasa,
retorika, dialektika, (Seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu
perbintangan dan music.
Pada periode ini, diupayakan
misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa
berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat
didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi
antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya.
Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam,
sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat
tempat.
2. Periode puncak perkembangan skolastik
(abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik
: dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi.
Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad
Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani
semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat
perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas pertama
didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi
universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar
dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani.
Masa
kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini juga
disebut masa berbunga. Dengan munculnya universitas dan ordo yang secara
bersama ikut meamjukan ilmu pengetahuan.
Faktor mengapa masa
skolastik mencapai puncaknya :
a. Adanya
pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke 12 sehingga
sampai abad ke 13 telah tumbuh menajdi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun
1200 didirikannya universitas Almamater di Prancis. Almamater inilah merupakan
embrio / awal berdirinya universitas di Paris, di Oxford di Mont Pellier di
Cambridge dll.
c. Berdirinya
ordo-ordo. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebanyakan
tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat dan teologi seperti Albertus de
Grote, Thomas Aquinas, Benaventura,J.D.Scouts, William Ocham.
3. Periode Skolastik lanjut atau akhir
(abad ke-14-15)
Masa
ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala pemikiran filsafat yang
menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi(kemandegan).
Periode skolastik Akhir abad ke
14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah
aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek
yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada
kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada
semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak
dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
Masa abad
pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat dengan ciri khas ajaran
Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban Kristen.
Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan
kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, bangunan
bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja.
Zaman pertengahan ialah zaman dimana
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama
Kristen dan filsafat. Abad pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad
kegelapan, jaman skolastik atau masa patristik, yang semuanya menggambarkan
corak pemikiran filsafat dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan
peradaban Kristen.
Tokoh-tokoh
Filsafat Abad Pertengahan
a. Zaman Patristik
1. Justinus
Martir
2. Klemens
(150-215)
3. Augustinus
(354-430)
b.
Zaman
Skolastik
1.
Peter Abaelardus (1079-1180)
2.
Albertus Magnus (1203-1280)
3.
Thomas Aquinas (1225-1274)
4. William
Ockham (1285 – 1349)
5.
Nicolas Cusasus (1404 – 1464)
Pokok Perspektif Filsafat
Sejarah dari Para Tokoh
Sebelum
menjelaskan mengenai tokoh-tokoh filsafat abad pertengahan, ada dua zaman dalam
perkembangan filsafat abad pertengahan, yaitu:
a.
Zaman Patristik
1. Justinus
Martir
Nama
aslisnya Justinus, Martir diambil dari istilah “orang-orang yang rela mati
hanya untuk kepercayaannya”.
Agama
Kristen bukan agama baru karena Kristen lebih tua dari filsafat yunani, dan
Nabi Musa di anggap sebagai awal kedatangan Kristen. Bahwa filsafat Yunani itu
mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa kristus adalah
logos. Dalam perkembangannya orang-orang Yunani (Socrates, Plato dll) kurang
memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya yaitu pencerahan.
Sehingga orang yunani menyimpang. Karena orang yunani terpengaruh demon atau
setan. Dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian di palsukan.
2. Klemens
(150-215)
Ia tidak membenci filsafat yunani pokok-pokok
pikirannya adalah :
-
Memberikan batasan-batasan terhadap
ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
-
Memerangi ajaran yang anti terhadap
Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani.
-
Bagi orang Kristen, filsafat dapat
dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan secara mendalam.
3. Augustinus
(354-430)
Ia
mempelajari bermacam-macam aliran filsafat , antara lain platonisme dan
skeptisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen
yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki
sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi
dan filsafat.
Setelah
mempelajari aliran skeptisisme, ia kemudian menyetujuinya dan menyukainya
karena di dalamnya terdapat pertentangan
batiniah. Orang dpat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan
bahwa ia ragu-ragu. Seseorang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang
berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Daya
pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pemikiran manusia dapat mencapai
kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya yang bersifat kekal abadi.
artinya akal pikir manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang
lebih tinggi. Akhirnya ajaran augustinus berhasil menguasai 10 abad dan
mempengaruhi pemikiran Eropa. Karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode
daripada suatu system sehingga mampu meresap sampai masa skolastik.
b. Zaman Skolastik
Tokoh-tokohnya adalah Aquinas
(735-805) , Johannes Scotes Eriugena (815-870), Peter Lombard (1100-1160), John
Salisbury (1115-1180), Peter Abaelardus(1079-1180).
1.
Peter Abaelardus (1079-1180)
Ia
dilahirkan di Le Pallet , Prancis. Ia memiliki kepribadian yang keras dan
pandangan yang tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan
pejabat gereja. Ia sarjana terkenal dalam sastra romantic, rasionalistik
artinya akal dapat menundukan kekuatan iman.
Berbeda
dengan Anselmus yang berkata bahwa berpikir harus sejalan dengan iman,
Abealardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar
kepercayaan). Bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti.
Peter Abelardus
dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut
credom (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei
ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa rohani gereja. Dalam
ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum
kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa
asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal
manusia sebagai pengukur dan penilai iman.
2.
Albertus Magnus (1203-1280)
Dikenal
sebagai cendikiawan abad pertengahan. Nama Albert von Bollstad yang juga
dikenal sebagai “ doctor universalis” dan “doctor magnus”, Albertus Magnus(
Albertus The Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua
ia belajar artes liberalis , ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat Aristoteles,
belajar di Bulogna dan masuk ordo
Dominician tahun1223. Ke Koln menjadi dosen filsafat dan Teologi. Terakhir ia
diangkat sebagai uskup agung.
3.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Santo Thomas Aquinas yang artinya
Thomas yang suci dari Aquinas. Sebagai ahli pikir ia juga seorang dokter gereja
bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli Italia. Ia merupakan tokoh
terbesar skolastisisme, salah seorang suci gereja katolik Romawi dan pendiri
filsafat resmi gereja katolik. 1245 belajar pada Albertus Magnus , tahun 1250
ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di Prancis dan tahun 1259 menjadi guru
besar dan pensihat istana paus.
Ia
berusha untuk membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat dibenarkan
dengan pemikiran logis.
Langkah
pertama Thomas menyuruh teman sealiran Williem van Moerbeke untuk membuat
terjemahan baru langsung dari Yunani.
Langkah
kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam.
Langkah
ketiga, ajaran Aristoteles yang telah dikristenkan dipakai untuk membuat
sintesis yang lebih bercorak ilmiah (Sintesis deduktif antara lain iman dan
akal).
Agustinus menentang aliran
skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme
itu sebetulnya merupakan bukti bahwa ada kebenaran. Menurut Agustinus, Allah
menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas
Aquinos). Artinya, dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan
bahan
Anselmus
mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang artinya aku percaya agar
aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai
alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu
suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filsafat. Dalam
menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa
kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini
merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan
manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian
keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.
Bagi Thomas
Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu Kebenaran iman hanya
dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6
hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu
(sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu
teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat
dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas
tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang
pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori
Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles
oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria
dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias
pria dan wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah
wanita lebih rendah, jiwanya sama.
Aku percaya
sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran terhadap
hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan
corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas
gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti
pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja
dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia
ketuhanan.
Manusia hanya
dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah
dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber
terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipisahkan.
Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari
Raja Louis IV.
4.
William Ockham (1285 – 1349)
Ia seorang ahli pikir Inggris yang
beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII,
ia di penajara di Avignon, ia melarikan diri dan mencari perlindungan pada
Kaisar Louis IV.
Menurut
pandangannya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau
kejadian-kejadian individual. Ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat
membuktikan doktrin teologis. Hal ini
membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai pengasuhnya Paus
John XXII.
5.
Nicolas Cusasus (1404 – 1464)
Ia
seabgai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Terdapat 3 cara
untuk mengenal yakni lewat indra, akal, dan intuisi. Dengan akal kita akan
mendapat bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan
indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi.
Pemikiran
Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan,
yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas.
Dampak
a. Dampak Positif
1.
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di
wilayah Eropa pada abad pertengahan hingga sekarang
2.
Meluaskan pola pikir masyarakat awam mengenai alam
filsafat
3. Dampak
Positif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi
Banyak orang Kristen yang menganggap bahwa minat
terhadap filsafat sebagai satu hal yang membuat kita menjadi ragu-ragu dan
permainan api yang membahayakan. Dimasa gereja yang mula-mula terdapat
orang-orang seperti Yustinus Martir (100- 165) dan Clement dari Alexandria
(150-215) yang berusaha menyakinkan para pembacanya bahwa banyak orang kafir
yang telah dipimpin kepada agama yang benar melalui filsafat, dan mereka
mengatakan bahwa filsafat bagi orang-orang Yunani kuno merupakan semacam
Perjanjian Lama bagi orang-orang Yahudi.
Namun pandangan-pandangan seperti itu berhasil
disingkirkan oleh penulis-penulis seperti Tertulianus (160-220) yang menentang
semua Argumentasi mereka. Dia memaparkan bahwa hikmat dunia tanpa iman tidak
akan pernah dapat membawa manusia kepada suatu pengenalan akan Kristus.
Filsafat tidak dimulai pada Abad Pertengahan, tetapi
Abad Pertengahan merupakan titik tolak yang baik untuk memulai suatu catatan
mengenai filsafat dan iman Kristen. Secara klasik,filsafat senantiasa terlibat
dalam perkembangan sistem-sistem dalam menafsirkan realitas. Kita bersyukur
untuk kemajuan dalam filsafat karena ilmu itu lebih dipandang sebagai sumber
yang menjelaskan makna dan hubungan. Charles Greshman menegaskan "ilmu
filsafat sebagai suatu metode menaruh perhatian pada pikiran yang cermat. Ini
merupakan suatu upaya untuk melihat segala hal seutuhnya dan menafsirkan data
yang disajikan oleh seliruh aspek realitas.
Sebagai isi, filsafat berupaya menyuguhkan jawaban
yang komphrehensif terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar. Teologi menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah sifat manusia? apakah tujuan kita hidup?
Walaupun Kitab Suci berbicara dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan
berikut,justru ilmu filsafatlah yang berinteraksi secara langsung dengan
pertanyaan-pertanyaan ini: Apakah hakekat realitas (metafisika)? Apakah yang
menjadi asal mula dari alam dan manusia? Apakah hakikat pengetahuan? dan
bagaimana seseorang dapat mengetahui sesuatu (epistimologi)? Apakah tujuan
akhir dari manusia dan dunia? Dalam hal ini Allah dimengerti sebagai Realitas
yang paling mengagumkan dan mendebarkan. Tentulah dalam arti terakhir itu
berteologi adalah berfilsafat juga. Dengan pernyataan diatas, Penulis melihat
bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan, dapat memberikan dampak postif juga
dalam perkembangan ilmu teologi.
b.
Dampak
Negatif
1. Mendoktrin
pikiran-pikiran manusia untuk lebih mempercayai ilmu pengetahuan dari pada
Tuhan
2. Dampak
Negatif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi
Selain kegunaan filsafat berdampak
postif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan juga teologi, ternyata filsafat
pun dapat membawa dampak negatif juga bagi perkembangan teologi. Memang harus
diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia mulai
percaya bahwa ilmu pengetahuan benar-benar mahakuasa.
Oleh sebab itu manusia mulai memandang bahwa ilmu
pengetahuan adalah segala-galanya. Sehingga manusia lebih cenderung memfokuskan
diri terhadap ilmu pengetahuan dan mulai meninggalkan iman mereka. Disamping
itu, ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas. Filsafat
menggiring manusia untuk berpikir lebih realitas, sehingga dari hasil tersebut
membawa manusia mulai berpikiran liberal.
Menurut
Sunoto filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu
pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati. Jika teologi dimulai dari “saya
percaya adanya Tuhan”. Sedangkan filsafat mampu bertanya, “Ada apa dibelakang
Tuhan? Siapa yang ada sebelum Allah? Bila Tuhan belum ada, siapa yang
memerintah? Bagaimana rupa dan wujud Allah? Apa yang ada dalam pikiran Allah?
Oleh sebab
itu filsafat pun dapat memberikan dampak yang negatif dalam teologi yaitu
manusia menjadi berpikir liberal dan pada akhirnya menajadikan suatu bidat atau
aliran-aliran yang menentang adanya Tuhan. Semakin manusia tersebut berpikir
radikal tanpa memegang iman percayanya, secara otomatis manusia tersebut akan
terbawa arus filsafat yang berpikir liberal dan akhirnya iman percayanya kepada
Tuhan pun mulai “mati” secara rohani. Salah satu contoh ialah pengaruh dari
teori Darwin yang mengakar dalam ilmu pengetahuan dan munculnya paham-paham
komunis yang menyatakan bahwa tidak ada Allah atau paham Atheis.
Dan ini pun terjadi pada abad-abad pertengahan yang
memiliki cara pandang tersendiri terhadap perkembangan ilmu teologi. Dan
akhirnya muncul Teologi Liberal yang tahun-tahun akhir abad 18 dan seluruh abad
19 yang cenderung menggunakan rasio pikiran mereka daripada iman percaya mereka
terhadap Tuhan. sehingga muncul banyak aliran-aliran dari cara pandang teologi
tersebut, hingga saat ini pun berdampak besar bagi perkembangan teologi yang
kita rasakan sampai hari ini.
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Zaman
pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan
adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Abad
pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad kegelapan, jaman skolastik atau
masa patristik, yang semuanya menggambarkan corak pemikiran filsafat dan
keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan peradaban Kristen.
Abad ini ditandai dengan keruntuhan budaya Romawi dan
upaya untuk kembali membangun peradaban berdasarkan ajaran filsafat Yunani dan
ajaran agama Kristen. Perkembangan ilmu dan filsafat berlangsung di
gereja-gereja pada awalnya, untuk kemudian mengalami perpecahan dikarenakan
domininasi kuat agama terhadap berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat berlangsung
dengan lambat tetapi pasti sejalan dengan kontak budaya dengan budaya Islam dan
semangat untuk kembali pada kejayaan peradaban Yunani. Masa ini berakhir dengan
pemisahan kekuasaan dan pemikiran antara ajaran agama yang bertahan di gereja
dan perkembangan keilmuan yang mendapat tempat di lembaga sekolah.
D.
PUSTAKA
Filsafat Sejarah karangan Mahasiswa
Sejarah Unsri angkatan 2009.
Tamburaka, Rustam. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat
Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Ali, Basyarat.
A. Problem Filsafat Abad Pertengahan. 10 Januari 2010 Myopera.com/basyarat/blog/2001/01.
Diakses tanggal 11 April 2013.
0 komentar:
Posting Komentar