Setelah keruntuhan
Kerajaan Sriwijaya, Palembang berada di bawah kekuasaan
Beberapa kerajaan,
antara lain :
- Majapahit
- Demak
- Pajang
- Mataram Islam
Selepas
penaklukan, ternyata Majapahit tidak dapat mengontrol wilayah Sriwijaya dengan
baik yang berakibat terjadinya dominasi oleh para saudagar dari Cina (Tiongkok)
di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Palembang itu.
Lanjut yukss...
Lanjut yukss...
Pengaruh kuat orang-orang Cina berakhir ketika Kerajaan Majapahit
mengirimkan utusannya untuk memimpin Palembang. Utusan itu bernama Arya Damar,
putra Prabu Brawijaya V atau Bre Kertabumi (1468 - 1478 M), raja terakhir Majapahit versi
naskah-naskah babad dan serat (http://id.wikipedia.org/wiki/Brawijaya).
Bersama dengan Demang Lebar Daun, putra Sultan Mufti, penguasa di daerah
Pagaruyung, Minangkabau, Arya Damar berhasil mendapatkan kembali pengaruh di
wilayah Palembang yang sempat lepas (http://dodinp.multiply.com/journal/).
Arya Damar yang kemudian memeluk Islam, mengganti namanya menjadi Arya
Abdillah atau Arya Dillah dan menikah dengan anak Demang Lebar Daun yang
bernama Puteri Sandang Biduk. Setelah berhasil menguasai Palembang, Arya Dillah
menobatkan diri sebagai raja yang berkuasa antara tahun 1445 – 1486 M (Sultan
Iskandar Mahmud Badaruddin, 2008:8). Di Palembang Lamo (1 ilir).
Ario Dillah mendapat hadiah dari Raja Majapahit terakhir Prabu Kertabumi
Brawijaya V salah seorang isterinya keturunan Cina (kadang-kadang disebut juga
Puteri Champa) yang telah memeluk Islam dan dibuatkan istana untuk Puteri. Pada
saat putri ini diboyong ke Palembang ia sedang mengandung anak dari Prabu
Brawijaya, kemudian lahir anaknya yang bernama Raden Fatah (kelak menjadi raja
pertama Demak). Menurut cerita tutur yang ada di Palembang, Raden Fatah ini lahir
di istana Ario Dillah di kawasan Palembang lama (1 ilir), tempat itu dahulu
dinamakan Candi ing Laras, yaitu sekarang terletak di antara PUSRI I dan
PUSRI II. Raden Fatah dipelihara dan dididik oleh Ario Dillah menurut agama
Islam dan menjadi seorang ulama Islam.
Akhirnya Ario Dillah memperistri Putri Champa. Hasil perkawinan Ario
Dillah dengan putri Cina tersebut, lahir Raden Kusen yaitu adik Raden Fatah
lain bapak.
Saat terjadi kemelut dalam tubuh Demak saat di serang kerajaan Pajang,
berpindahlah 24 orang keturunan Raden Fattah ke Palembang yang dipimpin oleh Ki
Gede ing Suro dan mendirikan kekuatan baru dengan mendirikan Kerajaan
Palembang. Keraton pertamanya di Kuto Gawang yang saat ini berada di kompleks
PT Pusri Palembang. Ketika hendak mengambil rombongan kedua, kapal Ki Gede Ing
Suro karam di lautan sehingga dia dikenal dengan Pangeran Side Ing lautan.
Semasa pemerintahan Pangeran Sideng Kenayan yang didampingi
istrinya Ratu Sinuhun di Palembang dan Gubernur Jendral di Batavia Jacob
Specx (1629-1632) telah dibuka Kantor perwakilan Dagang VOC (Factorij)
di Palembang. Kontrak ditanda tangani tahun 1642, tetapi pelaksanaanya baru
pada tahun 1662. Anthonij Boeij sejak tahun 1655 ditunjuk sebagai wakil
pedagang VOC di Palembang dan sementara tetap tinggal di kapal karena belum
punya tempat (loji) di darat. VOC sendiri telah sejak tahun 1619 ingin
mendirikan loji (kantor) dan gudang di Palembang. Pembangunan loji dari
batu mengalami kesulitan karena pada saat yang sama didirikan bangunan-bangunan
antara lain kraton di Beringin Janggut, Masjid Agung dan lain lainnya.
Mula-mula loji didirikan di atas rakit, kemudian bangunan dari kayu yang
letaknya di 10 Ulu sekarang diatas sebuah pulau yang dikelilingi sungai Musi,
sungai Aur, sungai Lumpur serta sambungan dari sungai Tembok. Bangunan permanen
dari batu baru dibuat pada tahun 1742. Tindak-tanduk mereka ini tidak
menyenangkan orang Palembang karena antara lain ia menyita sebuah jung Cina
bermuatan lada.
Kemudian VOC menggantikannya dengan Cornelis Ockerz (dijuluki — si
Kapitein Panjang) yang tadinya dicadangkan untuk jadi perwakilan di Jambi.
Ockerz datang dua kali di bulan Juni 1658 ke Palembang yang terakhir ia menahan
beberapa kapal diantaranya milik putra mahkota Mataram. Terjadi bentrokan yang
kemudian dapat didamaikan. Pada tanggal 22 Agustus 1658 beberapa bangsawan
Palembang (a.l. Putri Ratu Emas, Tumenggung Bagus Kuning Pangkulu, Pangeran
Mangkubumi Nembing Kapal, Kiai Demang Kecek) naik ke atas kapal yacht Belanda,
yang bernama Jacatra dan de Wachter, dan membunuh Ockerz beserta
42 orang Belanda lainnya serta menawan 28 orang Belanda. Peristiwa ini
disebabkan karena kecurangan-kecurangan serta kelicikan orang-orang Belanda
termasuk Ockerz. Kemudian untuk membalas tindakan orang Palembang ini Belanda mengirimkan
armadanya yang dipimpin Laksamana Johan Van der Laen dan pada tanggal 24
November 1659 membakar habis kota dan istana Sultan di Kota Gawang (1 llir).
Pangeran Mangkurat Seda ing Rajek akhirnya menyingkir ke Indralaya (makamnya di
Saka Tiga).
Sepeninggal Pangeran Seda Ing Rajek, tampuk kepemimpinan di Kerajaan
Palembang diserahkan kepada Ki Mas Hindi Pangeran Arya Kesuma (Retno Purwanti,
2004:20).
Hancurnya Kuto Gawang sebagai pertanda berakhirnya eksistensi Kerajaan
Palembang dan berpengaruh terhadap pemindahan pusat pemerintahan dan pemukiman
penduduk ke arah yang lebih ke hulu, yang terletak antara Sungai Rendang dan
Sungai Tengkuruk. Daerah ini kemudian dikenal dengan nama Beringin Janggut.
Pemindahan pusat Kerajaan Palembang
Darussalam dari Kuto Gawang ke Beringin Janggut berpengaruh juga terhadap
sistem pemerintahan yang kemudian menjadi Kesultanan Palembang Darussalam
(Purwanti, 2004:20).
Ki Mas Hindi Pangeran Arya Kesuma memproklamirkan berdirinya KESULTANAN
PALEMBANG DARUSSALAM.
Keraton Kuto Gawang
atau Kerajaan Palembang
0 komentar:
Posting Komentar