Kamis, 29 November 2012

Kondisi Nusantara pada awal abad 19

Diposting oleh Unknown di 19.00

1.      Penjajahan Perancis
Terjadi revolusi Perancis memberikan dampak besar bagi dunia internasional. Pada awalnya Perancis berhasil mengalahkan koalisi Australia, Inggris, Spanyol, Sardania dan Belanda dalam perang koalisi (1792-1797). Kekuasaan Belanda diambil alih oleh Perancis dibawa kekuasaan Napoleon Bonaparte.
Napoleon mengubah Dinasti Oranje menjadi Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Setelah digulingkannya Dinasti Oranje oleh Perancis, raja Belanda saat itu, Raja William I melarikan diri mencari perlindungan ke Inggris, karena raja Inggris saat itu adalah kakak iparnya. Padahal saat itu Inggris sedang mengincar Indie atau Indonesia, negeri eksotis, cantik dan kaya yang sedang dijajah Belanda.

Lanjut yukss...
Setelah VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799, nusantara dijajah langsung oleh Belanda di bawah kendali Perancis dipimpin Pieter Geradus van Ovenstarten sebagai Gubernur Jendral (1796-1801), tetapi pada 22 Agustus Ovenstarten meninggal makan ia digantikan oleh Johanes Siberg (1801-1805). Jadi pada saat itu secara tidak langsung nusantara dijajah oleh Perancis.
Kekuasaan Perancis saat itu sudah diserahkan Napoleon Bonaparte pada adiknya, Louis Napoleon. Louis Napoleon memerintahkan Herman Williem Deandels, seorang Belanda yang pro Perancis (mayoritas rakyat Belanda saat itu pro Perancis dan tidak menyukai rajanya) dan merupakan orang kepercayaannya untuk menjaga pulau Jawa dari serangan Inggris. Deandels menggantikan Albertus Hendricus Wiese sebagai Gubernur Jendral yang sebelumnya menggantikan Siberg (1805-1808).
Deandels datang ke nusantara pada tahun 1808. Dua minggu setelah kedatangannya ia sudah menjadi penguasa disana. Banyak perubahan yang dilakukannya. Seperti membongkar istana J.P. Coen, membangun daerah perkantoran, asrama tentara dan rumah sakit yang tiada setara dengan yang ada di Eropa menggunakan puing-puing pembongkaran gedung lama. Proyek Deandels yang lain adalah pembangunan Jalan Pos melalui Jawa antara Anyer sampai Panarukan. Pada tahuh 1809, Daendels membangun jalan pegunungan dari Batavia ke Cirebon (Jalan Raya Pos/Groote Postweg), memerintahkan pemindahkan kota Bandung ke jalan tersebut (tempatnya sekarang). Pangeran Kornel, pemerintah setempat di Sumedang, menolak bekerja sama karena perlakuan yang buruk terhadap rakyat setempat.
Deandels dikenal dengan si tangan besi. Sikapnya keras dan disiplin. Keangkuhannya ini seringkali merendahkan martabat raja-raja setempat.
Masa kejayaan Deandels berakhir ketika terungkap niat Deandels untuk menjual Kepulauan Nusantara kepada Inggris. Buktinya adalah Bonthain yang terletak di selatan Sulawesi dan Manado di utara Sulawesi yang telah jatuh ke tangan Inggris.
Kesalahan-kesalahannya diadukan ke Raja Lodewijk dan dia pun dipanggil ke Holland. Sebagai pengantinya pada tahun 1811 ditunjuk Jansenss.
Kekuasaan Jan Willem Jansenss (1811) di nusantara tidak berlangsung lama. Jansenss tidak bisa menahan serangan Inggris sehingga pulau Jawan jatuh ke tangan Inggris.

2.      Penjajahan Inggris
Setelah terjadi Rekapitulasi Tuntang di Tuntang, Salatiga pada 18 September 1811, Inggris resmi menjajah nusantara.
Isi dari Rekapitulasi Tuntang tersebut adalah:
·         Pulau Jawa diserahkan ke pada Inggris
·         Segala kekuatan militer Belanda menjadi milik Inggris dan serdadu Belanda menjadi tawanan Inggris
·         Hutang Belanda tetap menjadi tanggungan Belanda sendiri
Dengan kata lain Rekapitulasi Tuntang ini tidak memberikan keuntungan kepada Belanda.
Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles untuk menjadi Gubernur Jendral di nusantara menggantikan Lord Minto yang saat itu sedang menjabat sebagai gubernur jenderak di India. Dipilihnya Raffles sebagai gubernur jenderal karena dia menguasai bahasa Melayu.
Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsure paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda (VOC).
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan colonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga azas. Pertama, segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan kepada rakyat untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak ditanam tanpa unsur paksaan apapun. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak harus dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan yang sesuai azas-azas pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan di negeri barat. Ketiga, berdasarkan anggapan bahwa pemerintah colonial adalah pemilik tanah, maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah. Untuk penyewa ini diwajibkan membayar sewa tanah (land -rent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
Kebijakan-kebijakan yang diterapkan Raffles di nusantara saat itu adalah sistim sewa tanah (landrent), membentuk pulau Jawa menjadi 16 Kerasidenan dan menyamakan sistim pemerintahan di nusantara dengan pemerintahan yang ada di Inggris.

3.      Nusantara kembali ke tangan Belanda (Komisaris Jenderal)
Tahun 1813, setelah gabungan negara-negara Eropa yang dapat mengalahkan Napoleon, Holland otomatis menjadi negara merdeka lagi. Pada tahun 1814 diadakan Konvensi London (Traktat London) antara Belanda dan Inggris, ditegaskan bahwa negeri Belanda mendapatkan kembali semua jajahannya, kecuali koloni di Tanjung Harapan dan beberapa kepulauan di India Barat. Putri tertua Raja Willem V, kemudian dinobatkan menjadi Raja Willem I.
Dapat dimengerti bila Raffles meradang mendengar hal itu.apa yang dilakukannya seakan sia-sia. Untuk itu, ia lalu melakukan segenap upaya agar pemerintah Inggris membatalkan perjanjian konvensi London 1814. Di nusantara, ia melakukan gerakan agar para sultan yang ada tidak mau menerima kedatangan Belanda kembali ke nusantara. Namun, upayanya tetap tak membuahkan hasil. Tahun 1816, ia pun menurut ketika dipanggil pemerintahnya. Pulanglah ia ke Inggris. Tahun itu pula resmi sudah Kepulauan Nusantara dikembalikan Ingris ke Belanda.
Setelah Konvensi London 1814 ditandatangani, pemerintah Belanda membentuk sebuah Komisi yang akan bertugas menerima kembali nusantara dari tangan Inggris. Komisi ini disebut Komisi Jenderal yang beranggotakan Cornelius Theodore Elout, A.A. Buyskes dan Baron van Der Capellen. Tahun 1816 Komisaris Jenderal ini tiba di nusantara  dan tahun itu juga Letnan Gubernur Inggris John Fendall (yang menggantikan Raffles) menyerahkan nusantara kepada Inggris.
Di samping bertugas menerima kembali nusantara, tugas dari Komisi Jenderal ini adalah:
·         Penyusun pemrintahan baru
·         Mengusahakan ketentraman dan perbaikan nasib penduduk pribumi
·         Menyusun angkatan darat dan laut
·         Menyusun peraturan sebagai pedoman pemerintahan Belanda di nusantara

Berdasarkan hak dan kewajiban Komisi Jenderal, akhirnya disusun suatu pedoman pemerintahan yang benar-benar liberal:
·         Pajak tanah (Raffles) dilanjutkan, hanya dihilangkan peraturan yang sewenang-wenang
·         Pajak bisa dibayar dengan uang kontan/barang. Tujuannya untuk menghindarkan rakyat dari rentenir bila tidak ada uang
·         Pajak dipungut per/desa
·         Besarnya pajak harus disetujui kerajaan desa yang bersangkutan
·         Rakyat tidak boleh disuruh kerja paksa
·         Penanaman wajib bagi tanaman tertentu diteruskan untuk memdapatkan devisa Negara
·         Pegawai yang buruk dipecat lalu direkrut pegawai baru
·         Dibentuk lembaga pengadila
·         Pembaruan Raffles yang menghormati HAM dan menghapuskan perbudakan diteruskan
RUU ini disahkan pada 1819.




Masa Baron van Der Capellen
Tahun 1819, tugas Komisi Jenderal dianggap sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland, tapi Capellen tinggal di nusantara sebagai gubernur jenderal. Alasan pengangkatan ini karena Capellen ikut menyusun UU tersebut sehingga dia dianggap paling mengetahui bagaimana pelaksanaannya.
Tetapi, pada prakteknya, pelaksanaan UU ini menyimpang. Alasan Capellen adalah UU tersebut tidak bisa dijalankan dialam kondisi nusantara yang waktu itu.
Menurutnya yang terpenting adalah mencari uang untuk pemerintahan baru itu. Nah, jika UU liberal 1819 diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana yang banyak dalama waktu yang cepat.
Dengan alas an itu, Capellen mencari jalan pintas, UU dengan menagguhkan UU tersebut.karena itu, menurut Clive Day, Capellen adalah gubernur jenderal yang reaksioner. Menurutnya, selama 7 tahun memerintah, sistem yang ada kembali ke sistem lama.
Dia kecaman karena pembaruan yang dibuatnya. Diantara pembaruan yang dicobanya adalah pembaruan sistem perdagangan yang mengundang kemarahan orang Eropa termasuk Belanda. Tahun 1821 ia mengeluarkan UU yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan) kecuali dengan izin khusus. Tujuannya untuk melindungi orang-orang pribumi dari tipuan orang Eropa sehingga penghasilan Belanda lebih besar. Tahun 1823 pembaruan lain, orang Eropa dilarang menyewa tanah rakyat
Pada masa Capellen terjadi pembengkakkan anggaran belaja sehingga ia dikecam Belanda dan orang-orang Belanda. Anggaran belanja semasa pemerintahannya selalu defisit sehinga negeri belanda harus menutupnya. Dalam keadaan sulit keuangan negeri Belanda dan daerah koloni yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri, akhirnya tahun 1825 pemerintah Belanda memanggil Capellen kembali.

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 29 November 2012

Kondisi Nusantara pada awal abad 19

Diposting oleh Unknown di 19.00

1.      Penjajahan Perancis
Terjadi revolusi Perancis memberikan dampak besar bagi dunia internasional. Pada awalnya Perancis berhasil mengalahkan koalisi Australia, Inggris, Spanyol, Sardania dan Belanda dalam perang koalisi (1792-1797). Kekuasaan Belanda diambil alih oleh Perancis dibawa kekuasaan Napoleon Bonaparte.
Napoleon mengubah Dinasti Oranje menjadi Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Setelah digulingkannya Dinasti Oranje oleh Perancis, raja Belanda saat itu, Raja William I melarikan diri mencari perlindungan ke Inggris, karena raja Inggris saat itu adalah kakak iparnya. Padahal saat itu Inggris sedang mengincar Indie atau Indonesia, negeri eksotis, cantik dan kaya yang sedang dijajah Belanda.

Lanjut yukss...
Setelah VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799, nusantara dijajah langsung oleh Belanda di bawah kendali Perancis dipimpin Pieter Geradus van Ovenstarten sebagai Gubernur Jendral (1796-1801), tetapi pada 22 Agustus Ovenstarten meninggal makan ia digantikan oleh Johanes Siberg (1801-1805). Jadi pada saat itu secara tidak langsung nusantara dijajah oleh Perancis.
Kekuasaan Perancis saat itu sudah diserahkan Napoleon Bonaparte pada adiknya, Louis Napoleon. Louis Napoleon memerintahkan Herman Williem Deandels, seorang Belanda yang pro Perancis (mayoritas rakyat Belanda saat itu pro Perancis dan tidak menyukai rajanya) dan merupakan orang kepercayaannya untuk menjaga pulau Jawa dari serangan Inggris. Deandels menggantikan Albertus Hendricus Wiese sebagai Gubernur Jendral yang sebelumnya menggantikan Siberg (1805-1808).
Deandels datang ke nusantara pada tahun 1808. Dua minggu setelah kedatangannya ia sudah menjadi penguasa disana. Banyak perubahan yang dilakukannya. Seperti membongkar istana J.P. Coen, membangun daerah perkantoran, asrama tentara dan rumah sakit yang tiada setara dengan yang ada di Eropa menggunakan puing-puing pembongkaran gedung lama. Proyek Deandels yang lain adalah pembangunan Jalan Pos melalui Jawa antara Anyer sampai Panarukan. Pada tahuh 1809, Daendels membangun jalan pegunungan dari Batavia ke Cirebon (Jalan Raya Pos/Groote Postweg), memerintahkan pemindahkan kota Bandung ke jalan tersebut (tempatnya sekarang). Pangeran Kornel, pemerintah setempat di Sumedang, menolak bekerja sama karena perlakuan yang buruk terhadap rakyat setempat.
Deandels dikenal dengan si tangan besi. Sikapnya keras dan disiplin. Keangkuhannya ini seringkali merendahkan martabat raja-raja setempat.
Masa kejayaan Deandels berakhir ketika terungkap niat Deandels untuk menjual Kepulauan Nusantara kepada Inggris. Buktinya adalah Bonthain yang terletak di selatan Sulawesi dan Manado di utara Sulawesi yang telah jatuh ke tangan Inggris.
Kesalahan-kesalahannya diadukan ke Raja Lodewijk dan dia pun dipanggil ke Holland. Sebagai pengantinya pada tahun 1811 ditunjuk Jansenss.
Kekuasaan Jan Willem Jansenss (1811) di nusantara tidak berlangsung lama. Jansenss tidak bisa menahan serangan Inggris sehingga pulau Jawan jatuh ke tangan Inggris.

2.      Penjajahan Inggris
Setelah terjadi Rekapitulasi Tuntang di Tuntang, Salatiga pada 18 September 1811, Inggris resmi menjajah nusantara.
Isi dari Rekapitulasi Tuntang tersebut adalah:
·         Pulau Jawa diserahkan ke pada Inggris
·         Segala kekuatan militer Belanda menjadi milik Inggris dan serdadu Belanda menjadi tawanan Inggris
·         Hutang Belanda tetap menjadi tanggungan Belanda sendiri
Dengan kata lain Rekapitulasi Tuntang ini tidak memberikan keuntungan kepada Belanda.
Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles untuk menjadi Gubernur Jendral di nusantara menggantikan Lord Minto yang saat itu sedang menjabat sebagai gubernur jenderak di India. Dipilihnya Raffles sebagai gubernur jenderal karena dia menguasai bahasa Melayu.
Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsure paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda (VOC).
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan colonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga azas. Pertama, segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan kepada rakyat untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak ditanam tanpa unsur paksaan apapun. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak harus dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan yang sesuai azas-azas pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan di negeri barat. Ketiga, berdasarkan anggapan bahwa pemerintah colonial adalah pemilik tanah, maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah. Untuk penyewa ini diwajibkan membayar sewa tanah (land -rent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
Kebijakan-kebijakan yang diterapkan Raffles di nusantara saat itu adalah sistim sewa tanah (landrent), membentuk pulau Jawa menjadi 16 Kerasidenan dan menyamakan sistim pemerintahan di nusantara dengan pemerintahan yang ada di Inggris.

3.      Nusantara kembali ke tangan Belanda (Komisaris Jenderal)
Tahun 1813, setelah gabungan negara-negara Eropa yang dapat mengalahkan Napoleon, Holland otomatis menjadi negara merdeka lagi. Pada tahun 1814 diadakan Konvensi London (Traktat London) antara Belanda dan Inggris, ditegaskan bahwa negeri Belanda mendapatkan kembali semua jajahannya, kecuali koloni di Tanjung Harapan dan beberapa kepulauan di India Barat. Putri tertua Raja Willem V, kemudian dinobatkan menjadi Raja Willem I.
Dapat dimengerti bila Raffles meradang mendengar hal itu.apa yang dilakukannya seakan sia-sia. Untuk itu, ia lalu melakukan segenap upaya agar pemerintah Inggris membatalkan perjanjian konvensi London 1814. Di nusantara, ia melakukan gerakan agar para sultan yang ada tidak mau menerima kedatangan Belanda kembali ke nusantara. Namun, upayanya tetap tak membuahkan hasil. Tahun 1816, ia pun menurut ketika dipanggil pemerintahnya. Pulanglah ia ke Inggris. Tahun itu pula resmi sudah Kepulauan Nusantara dikembalikan Ingris ke Belanda.
Setelah Konvensi London 1814 ditandatangani, pemerintah Belanda membentuk sebuah Komisi yang akan bertugas menerima kembali nusantara dari tangan Inggris. Komisi ini disebut Komisi Jenderal yang beranggotakan Cornelius Theodore Elout, A.A. Buyskes dan Baron van Der Capellen. Tahun 1816 Komisaris Jenderal ini tiba di nusantara  dan tahun itu juga Letnan Gubernur Inggris John Fendall (yang menggantikan Raffles) menyerahkan nusantara kepada Inggris.
Di samping bertugas menerima kembali nusantara, tugas dari Komisi Jenderal ini adalah:
·         Penyusun pemrintahan baru
·         Mengusahakan ketentraman dan perbaikan nasib penduduk pribumi
·         Menyusun angkatan darat dan laut
·         Menyusun peraturan sebagai pedoman pemerintahan Belanda di nusantara

Berdasarkan hak dan kewajiban Komisi Jenderal, akhirnya disusun suatu pedoman pemerintahan yang benar-benar liberal:
·         Pajak tanah (Raffles) dilanjutkan, hanya dihilangkan peraturan yang sewenang-wenang
·         Pajak bisa dibayar dengan uang kontan/barang. Tujuannya untuk menghindarkan rakyat dari rentenir bila tidak ada uang
·         Pajak dipungut per/desa
·         Besarnya pajak harus disetujui kerajaan desa yang bersangkutan
·         Rakyat tidak boleh disuruh kerja paksa
·         Penanaman wajib bagi tanaman tertentu diteruskan untuk memdapatkan devisa Negara
·         Pegawai yang buruk dipecat lalu direkrut pegawai baru
·         Dibentuk lembaga pengadila
·         Pembaruan Raffles yang menghormati HAM dan menghapuskan perbudakan diteruskan
RUU ini disahkan pada 1819.




Masa Baron van Der Capellen
Tahun 1819, tugas Komisi Jenderal dianggap sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland, tapi Capellen tinggal di nusantara sebagai gubernur jenderal. Alasan pengangkatan ini karena Capellen ikut menyusun UU tersebut sehingga dia dianggap paling mengetahui bagaimana pelaksanaannya.
Tetapi, pada prakteknya, pelaksanaan UU ini menyimpang. Alasan Capellen adalah UU tersebut tidak bisa dijalankan dialam kondisi nusantara yang waktu itu.
Menurutnya yang terpenting adalah mencari uang untuk pemerintahan baru itu. Nah, jika UU liberal 1819 diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana yang banyak dalama waktu yang cepat.
Dengan alas an itu, Capellen mencari jalan pintas, UU dengan menagguhkan UU tersebut.karena itu, menurut Clive Day, Capellen adalah gubernur jenderal yang reaksioner. Menurutnya, selama 7 tahun memerintah, sistem yang ada kembali ke sistem lama.
Dia kecaman karena pembaruan yang dibuatnya. Diantara pembaruan yang dicobanya adalah pembaruan sistem perdagangan yang mengundang kemarahan orang Eropa termasuk Belanda. Tahun 1821 ia mengeluarkan UU yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan) kecuali dengan izin khusus. Tujuannya untuk melindungi orang-orang pribumi dari tipuan orang Eropa sehingga penghasilan Belanda lebih besar. Tahun 1823 pembaruan lain, orang Eropa dilarang menyewa tanah rakyat
Pada masa Capellen terjadi pembengkakkan anggaran belaja sehingga ia dikecam Belanda dan orang-orang Belanda. Anggaran belanja semasa pemerintahannya selalu defisit sehinga negeri belanda harus menutupnya. Dalam keadaan sulit keuangan negeri Belanda dan daerah koloni yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri, akhirnya tahun 1825 pemerintah Belanda memanggil Capellen kembali.

0 komentar on "Kondisi Nusantara pada awal abad 19"

Posting Komentar

 

Little World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea