Senin, 18 Maret 2013

Indonesia Negara Agraris? Kata Siapa?

Diposting oleh Unknown di 19.49
    Mungkin judul postingan kali ini ada sedikit menimbulkan pertanyaan. Sebab karena sudah ribuan tahun negeri Ibu Pertiwi ini dikenal sebagai negara agraris yang kaya dalam sektor alam. Hal itu bukan sekedar bualan, Indonesia pernah menjadi eksportir beras terbesar di dunia era Orde Baru dan pada masa itu kita mampu berswasembada pangan. Tapi DULU!!! Perlu dicatat besar-besar, ITU DULU! 
         Faktanya sekarang, Indonesia kita ini tak lebih dari sekedar negara yang konsumtif yang mengimpor segala jenis kebutuhan masyarakatnya padahal kita memiliki hamparan laut dan daratan yang luas.

          Hal ini sungguh sangat tidak relevan dengan potensi yang kita punya. Setiap ujung pulau kita berbatasan dengan bermil-mil garis pantai, tapi yang ada kita masih mengimpor garam. Apakah air laut kita kurang asin untuk membuat butir-butir garam? Kemana para petani garam kita?
      Ah, kita tak perlu membesar-besarkan masalah ini. Toh ini sudah diatur oleh yang "berkuasa" bukan? Jelas untuk kepentingan kantong dan pribadi mereka. Dan ini terbukti. Baru-baru ini, seorang petinggi yang menurutnya dia tangan rakyat dan berlaga di Senayan sana, malah mengkorupsi impor daging sapi dan tega membiarkan rakyatnya makan bakso bercampur daging babi karena langkanya daging sapi!
          "Pementasan" semacam ini tidak hanya sekali terjadi. Berulang kali dengan berbagai lakon yang biasanya mayoritas mereka berperut buncit itu. Yang terbaru pasti kita semua merasakan. Bagaimana mungkin, di negara agraris harga bawang bisa mencapai 100 ribu per kilo?
                                                        
*salah satu komoditi langka di negara agraris.
       Ini yang kita sebut Indonesia negara Agraris? Betapa memilukan negeri kita ini. Dimasa merdekanya jutsru ringkih digerogoti lintah darat yang terus menghisap darat anemianya. Kemana bawang-bawang kita yang dipanen dari hektaran lahan pertanian negeri ini? Kenapa bisa hilang dalam sekejab dan menjadi barang langka? 
          Apakah ada lagi para pembesar senayan yang memerankan lakon penimbun bawang? Sungguh tidak punya harga diri. Setelah singkong, garam, kedelai, sapi dan bawang, dan masih banyak lagi yang susah untuk disebutkan satu persatu, harus apalagi yang kita ekspor? Munkin mereka juga akan menimbun nyawa kita. Who knows?
           Kalau sudah begini, apa kita masih punya kepercayaan diri untuk menyebut kalau negara kita ini berbasis agraris. No, itu bukan identitas kita sekarang. Saat ini kita hanya negara terpuruk yang hanya bisa mengimpor dan mengimpor.
         "Kenyataan pahit ini juga langsung aku alami. Sore itu, 18/03/2013 aku bersama dua orang temanku pergi ke tempat penjual sayur. Cuma bawa uang 20 ribu, yang biasanya cukup untuk segala keperluan makan selama dua hari. Begitu mau beli bawang yang biasanya 2ribu dapat sekitar satu genggamlah, sekarang begitu pesan bawang 2ribu cuma dapat 3 biji!!! That's really, 3 biji. Nothing else! Hal ini bukan perkara kecil, untuk anak kost yang notabene jauh dari orang tua, mengeluarkan biaya lebih dari 2 ribu rupiah untuk beberapa butir bawang bukan perkara kecil. karena kita bukan hanya mau makan bawang doang!"
           Hikmah yang bisa kita ambil dari musibah bersama ini adalah, BERBANGGA HATILAH YANG BAU MULUT DAN BADANNYA BAU BAWANG! Karena harga bawang jauh lebih mahal dibandingkan permen dan parfum :D

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 18 Maret 2013

Indonesia Negara Agraris? Kata Siapa?

Diposting oleh Unknown di 19.49
    Mungkin judul postingan kali ini ada sedikit menimbulkan pertanyaan. Sebab karena sudah ribuan tahun negeri Ibu Pertiwi ini dikenal sebagai negara agraris yang kaya dalam sektor alam. Hal itu bukan sekedar bualan, Indonesia pernah menjadi eksportir beras terbesar di dunia era Orde Baru dan pada masa itu kita mampu berswasembada pangan. Tapi DULU!!! Perlu dicatat besar-besar, ITU DULU! 
         Faktanya sekarang, Indonesia kita ini tak lebih dari sekedar negara yang konsumtif yang mengimpor segala jenis kebutuhan masyarakatnya padahal kita memiliki hamparan laut dan daratan yang luas.

          Hal ini sungguh sangat tidak relevan dengan potensi yang kita punya. Setiap ujung pulau kita berbatasan dengan bermil-mil garis pantai, tapi yang ada kita masih mengimpor garam. Apakah air laut kita kurang asin untuk membuat butir-butir garam? Kemana para petani garam kita?
      Ah, kita tak perlu membesar-besarkan masalah ini. Toh ini sudah diatur oleh yang "berkuasa" bukan? Jelas untuk kepentingan kantong dan pribadi mereka. Dan ini terbukti. Baru-baru ini, seorang petinggi yang menurutnya dia tangan rakyat dan berlaga di Senayan sana, malah mengkorupsi impor daging sapi dan tega membiarkan rakyatnya makan bakso bercampur daging babi karena langkanya daging sapi!
          "Pementasan" semacam ini tidak hanya sekali terjadi. Berulang kali dengan berbagai lakon yang biasanya mayoritas mereka berperut buncit itu. Yang terbaru pasti kita semua merasakan. Bagaimana mungkin, di negara agraris harga bawang bisa mencapai 100 ribu per kilo?
                                                        
*salah satu komoditi langka di negara agraris.
       Ini yang kita sebut Indonesia negara Agraris? Betapa memilukan negeri kita ini. Dimasa merdekanya jutsru ringkih digerogoti lintah darat yang terus menghisap darat anemianya. Kemana bawang-bawang kita yang dipanen dari hektaran lahan pertanian negeri ini? Kenapa bisa hilang dalam sekejab dan menjadi barang langka? 
          Apakah ada lagi para pembesar senayan yang memerankan lakon penimbun bawang? Sungguh tidak punya harga diri. Setelah singkong, garam, kedelai, sapi dan bawang, dan masih banyak lagi yang susah untuk disebutkan satu persatu, harus apalagi yang kita ekspor? Munkin mereka juga akan menimbun nyawa kita. Who knows?
           Kalau sudah begini, apa kita masih punya kepercayaan diri untuk menyebut kalau negara kita ini berbasis agraris. No, itu bukan identitas kita sekarang. Saat ini kita hanya negara terpuruk yang hanya bisa mengimpor dan mengimpor.
         "Kenyataan pahit ini juga langsung aku alami. Sore itu, 18/03/2013 aku bersama dua orang temanku pergi ke tempat penjual sayur. Cuma bawa uang 20 ribu, yang biasanya cukup untuk segala keperluan makan selama dua hari. Begitu mau beli bawang yang biasanya 2ribu dapat sekitar satu genggamlah, sekarang begitu pesan bawang 2ribu cuma dapat 3 biji!!! That's really, 3 biji. Nothing else! Hal ini bukan perkara kecil, untuk anak kost yang notabene jauh dari orang tua, mengeluarkan biaya lebih dari 2 ribu rupiah untuk beberapa butir bawang bukan perkara kecil. karena kita bukan hanya mau makan bawang doang!"
           Hikmah yang bisa kita ambil dari musibah bersama ini adalah, BERBANGGA HATILAH YANG BAU MULUT DAN BADANNYA BAU BAWANG! Karena harga bawang jauh lebih mahal dibandingkan permen dan parfum :D

0 komentar on "Indonesia Negara Agraris? Kata Siapa?"

Posting Komentar

 

Little World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea